A.
Perubahan
Iklim
Perubahan
iklim adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu dan
distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sektor
kehidupan manusia. Perubahan fisik ini tidak terjadi hanya sesaat tetapi dalam kurun
waktu yang panjang. Perubahan iklim merupakan perubahan rata-rata salah satu
atau lebih elemen cuaca pada suatu daerah tertentu. Sedangkan istilah perubahan
iklim skala global adalah perubahan iklim dengan acuan wilayah bumi secara
keseluruhan.
Perubahan
iklim merujuk pada variasi rata-rata kondisi iklim suatu tempat atau pada
variabilitasnya yang nyata secara statistik untuk jangka waktu yang panjang
(biasanya dekade atau lebih). Selain itu juga diperjelas bahwa perubahan iklim
mungkin karena proses alam internal maupun ada kekuatan eksternal, atau ulah
manusia yang terus menerus merubah komposisi atmosfer dan tata guna lahan.
Menurut
Kusnanto (2011) keadaan rata-rata suhu udara di Indonesia mulai tahun 1968
hingga tahun 2007 terus mengalami peningkatan. Dalam waktu 70 tahun sejak tahun
1940 suhu rata-rata di muka bumi mengalami kenaikan sekitar 0,50C.
Menurut Firman (2009) kondisi udara di Indonesia menjadi lebih panas sepanjang
abad dua puluh, yaitu suhu udara rata-rata tahunan telah bertambah kira-kira
0,30C.
Terjadinya
peningkatan rata-rata suhu udara menyebabkan terjadinya penguapan air yang
tinggi, sehingga menyebabkan atmosfir basah dan intensitas curah hujan
meningkat. Perubahan pola curah hujan di Indonesia akan mengarah pada
terlambatnya awal musim hujan dan kecenderungan lebih cepat berakhirnya musim
hujan. Hal ini berarti bahwa musim hujan terjadi dalam waktu yang lebih
singkat, tetapi memiliki intensitas curah hujan yang lebih tinggi.
Perubahan
iklim pada dasarnya merupakan dampak dari pemanasan global (global warming),
yaitu fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena
terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan
oleh meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK). Menurut Sejati (2011) ada
enam jenis gas yang digolongkan sebagai GRK, yaitu karbondioksida (CO2),
metana (CH4), dinitrooksida (N2O), sulfurheksafluorida
(SFx), perfluorokarbon (PFC) dan hidrofluorokarbon (HFC). Peningkatan
emisi GRK di sebabkan karena aktivitas manusia maupun
peristiwa-peristiwa alam yang berkontribusi bagi peningkatan emisi GRK
tersebut.
B.
Hubungan
Iklim dengan Produktivitas Tanaman Padi
Iklim
didefinisikan sebagai sintesis kejadian cuaca selama kurun waktu yang panjang,
yang secara statistik cukup dapat dipakai untuk menunjukkan nilai statistik
yang berbeda dengan keadaan pada setiap saatnya. Cuaca merupakan keadaan
atmosfer secara keseluruhan pada suatu saat termasuk perubahan, perkembangan,
dan menghilangnya suatu fenomena (World Climate Conference, 1979).
Secara aktual,
berbagai proses fisiologi, pertumbuhan dan produksi tanaman sangat dipengaruhi
oleh unsur cuaca, yaitu keadaan atmosfer dari saat ke saat selama umur tanaman,
ketersediaan air (kelembaban tanah) sangat ditentukan oleh curah hujan dalam
periode waktu tertentu dan disebut sebagai unsur iklim, yang pada hakikatnya
adalah akumulasi dari unsur cuaca (curah hujan dari saat ke saat).
Demikian juga, produksi tanaman merupakan manivestasi akumulatif dari
seluruh proses fisiologi selama fase atau periode pertumbuhan tertentu oleh
sebab itu dalam pengertian yang lebih teknis dapat dinyatakan bahwa produksi
tanaman dipengaruhi oleh berbagai unsur iklim (sebagai akumulasi keadaan cuaca)
selama pertumbuhan tanaman.
Secara teknis
dalam budidaya tanaman padi, hampir semua unsur iklim berpengaruh terhadap
produksi dan pengelolaan tanaman. Namun masing-masing mempunyai pengaruh dan
peran yang berbeda terhadap berbagai aspek dalam budidaya tanaman.
Pertumbuhan dan
produksi tanaman padi merupakan hasil akhir dari proses fotosintesis dan
berbagai fisiologi lainnya. Proses fotosintesis sebagai proses awal
kehidupan tanaman pada dasarnya adalah proses fisiologi dan fisika yang
mengkonversi energi surya (matahari) dalam bentuk gelombang elektromagnetik
menjadi energi kimia dalam bentuk karbohidrat. Sebagian energi kimia
tersebut direduksi/ dirombak menjadi energi kinetik dan energi termal melalui
proses respirasi, untuk memenuhi kebutuhan internal tanaman. Sedangkan
bagian lainnya direformasi menjadi beberapa jenis senyawa organik, termasuk
asam amino, protein dan lain-lain melalui beberapa proses metabolisme tanaman.
Selain radiasi
surya, proses fotosintesis bulir padi sangat ditentukan oleh ketersediaan air,
konsentrasi CO2 dan suhu udara. Sedangkan proses respirasi dan
beberapa proses metabolisme tanaman secara signifikan dipengaruhi oleh suhu
udara dan beberapa unsur iklim lain. Proses transpirasi yang menguapkan
air dari jaringan tanaman ke atmosfer merealisasikan proses dinamisasi dan
translokasi energi panas, air, hara dan berbagai senyawa lainnya di dalam
jaringan tanaman. Secara fisika, proses transpirasi tanaman sangat
ditentukan oleh ketersediaan air tanah (kelembaban udara), radiasi surya,
kelembaban nisbi dan angin.
Selain proses
metabolisme, proses pembungaan, pengisian biji dan pematangan biji atau buah
tanaman padi juga sangat dipengaruhi oleh radiasi surya (intensitas dan lama
penyinaran), suhu udara dan kelembaban nisbi serta angin. Oleh sebab itu,
produktivitas dan mutu hasil tanaman padi yang banyak ditentukan pada fase
pengisian dan pematangan biji atau buah sangat dipengaruhi oleh berbagai unsur
iklim dan cuaca, terutama radiasi surya dan suhu udara.
C.
Pengaruh
Perubahan Iklim terhadap Produktivitas Tanaman Padi
Perubahan iklim akan mempengaruhi unsur
iklim dan komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan produktivitas tanamn
padi, yaitu :
1. Peningkatan
Konsentrasi CO2 di Atmosfer.
Gas CO2 merupakan sumber karbon
utama bagi pertumbuhan tanaman. Pengaruh fisiologis utama dari kenaikan CO2
adalah meningkatnya laju assimilasi (laju pengikatan CO2 untuk
membentuk karbohidrat, fotosintesis) di dalam daun. Efisiensi penggunaan
faktor-faktor pertumbuhan lainnya (seperti radiasi matahari, air dan nutrisi)
juga akan ikut meningkat.
Selain pengaruh positif terhadap proses
fotosintesis, kenaikan CO2 juga akan mempunyai pengaruh positif
terhadap penggunaan air oleh tanaman. Stomata mempunyai fungsi sebagai pintu
gerbang masuknya CO2 dan keluarnya uap air ke/dari daun. Besar
kecilnya pembukaan stomata merupakan regulasi terpenting yang dilakukan oleh
tanaman, dimana tanaman berusaha memasukkan CO2 sebanyak mungkin
tetapi dengan mengeluarkan H2O sesedikit mungkin, untuk mencapai
effisiensi pertumbuhan yang tinggi. Jika CO2 di atmosfir meningkat,
tanaman tidak membutuhkan pembukaan stomata maksimum untuk mencapai konsentrasi
CO2 optimum di dalam daun, sehingga laju pengeluaran H2O
dapat dikurangi. Dengan kondisi tersebut maka laju pembentukan biomassa akan
meningkat (Syarifuddin, 2011).
Efek langsung dari meningkatnya CO2,
berdampak positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang
berpengaruh terhadap produktivitas tanaman, sebagaimana dijelaskan diatas. Akan
tetapi dampak yang diikuti berupa peningkatan suhu dan perubahan siklus
hidrologi menyebabkan pengaruh positif dari kenaikan CO2 menjadi
berkurang atau terhambat sama sekali (Munawar, 2010).
2. Peningkatan
Suhu Udara yang Juga Berpengaruh Terhadap Unsur Iklim Lain.
Suhu merupakan faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Suhu udara
dipengaruhi oleh radiasi yang diterima di permukaan bumi sementara tinggi
rendahnya suhu disekitar tanaman ditentukan oleh radiasi matahari, kerapatan
tanaman, distribusi cahaya dalam tajuk tanaman, kandungan lengas tanah (kadar
air tanah). Umumnya laju metabolisme makhluk hidup akan bertambah dengan
meningkatnya suhu hingga titik optimum tertentu. Beberapa proses metabolisme
tersebut antara lain bukaan stomata, laju transpirasi, laju penyerapan air dan
nutrisi, fotosintesis, dan respirasi. Setelah melewati titik optimum, proses
tersebut mulai dihambat: baik secara fisik maupun kimia, menurunnya aktifitas
enzim (enzim terdegradasi).
Pengaruh peningkatan suhu dapat mengurangi
dampak positif yang diberikan dari meningkatnya konsentrasi CO2 di
atmosfir. Peningkatan suhu disekitar iklim mikro tanaman akan menyebabkan cepat
hilangnya kandungan lengas tanah (kadar air tanah) akibat evaporasi. Hal
tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman terutama pada daerah yang lengas tanahnya terbatas.
Setiap tanaman memiliki suhu dasar yang
merupakan suhu minimum bagi tanaman untuk bermetabolisme. Tanaman padi memiliki
suhu optimun antara 24-290C. Dampak peningkatan suhu terhadap
tanaman padi adalah terjadinya peningkatan transpirasi yang menurunkan
produktivitas, peningkatan konsumsi air, percepatan pematangan buah/biji yang
menurunkan mutu hasil, dan perkembangan beberapa organisme pengganggu
tanaman. Bahkan dirjen IRRI (International
Rice Researh Institute) menyatakan bahwa dengan peningkatan suhu udara
rata-rata 1°C dapat menurunkan produktivitas beras sekitar 5-10%.
Peningkatan suhu udara dapat menyebabkan
penurunan produksi tanaman padi. Fase pembentukan malai sangat sensitif
terhadap suhu tinggi. Selama tahap ini, stress akibat panas sangat memungkinkan
untuk terjadinya sterilitas floret, menurunnya kesuburan dan kehilangan hasil.
Hal ini terutama disebabkan oleh menurunnya aktifitas serta perkecambahan
polen, terbatasnya pertumbuhan tabung polen, rendahnya daya dehiscence polen dan penyerbukan yang
tidak sempurna. Di samping itu suhu juga secara langsung berperan terhadap
perkembangan biji seperti pengisian biji dan laju produksi bahan kering pada
biji. Temperatur tinggi dapat menghambat perkembangan biji pada padi.
Peningkatan suhu selama kemasakan juga
dapat menyebabkan penurunan kualitas biji terutama yang diakibatkan oleh
terhambatnya akumulasi cadangan makanan pada biji. Munculnya bagian “putih
buram” yang biasanya di dapatkan pada bagian gabah yang kurang sempurna pada
musim panas diperkirakan mempunyai hubungan yang erat dengan sistem transfer
dan transportasi cadangan makanan selama pembentukan biji. Bagian putih buram
ini adalah bagian dari kerusakan yang disebabkan oleh temperatur tinggi selama
kemasakan.
3. Berubahnya
Pola Curah Hujan.
Perubahan iklim menyebabkan terjadinya
perubahan jumlah hujan dan pola hujan yang mengakibatkan pergeseran awal musim
dan periode masa tanam. Penurunan curah hujan telah menurunkan potensi satu
periode masa tanam padi (Runtunuwu dan Syahbuddin, 2007).
Musim hujan yang berkepanjangan dapat
menimbulkan dampak positif bagi produktivitas tanaman padi akibat meningkatnya
luas panen pada musim kemarau di lahan sawah tadah hujan. Sebaliknya musim
kemarau yang berkepanjangan akan berdampak pada penurunan produksi padi di
lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan tetapi dapat menimbulkan dampak
positif pada lahan sawah pasang surut dan rawa akibat turunnya genangan air.
4. Semakin
Meningkatnya Intensitas Kejadian Iklim Ekstrim (Anomali Iklim) Seperti El-Nino
dan La-Nina.
Perubahan siklus hidrologi terutama
ditunjukkan oleh periode La-Nina dan El-Nino yang semakin sering. La-Nina
merupakan fenomena alam yang ditandai dengan kondisi suhu muka laut di perairan
Samudra Pasifik ekuator berada di bawah nilai normalnya (dingin), sementara
kondisi suhu muka laut di perairan Benua Maritim Indonesia berada di atas nilai
normalnya (hangat). Kondisi suhu muka laut di samudra pasifik yang dingin
menimbulkan tekanan udara tinggi, sementara kondisi hangat perairan Indonesia
yang berada di sebelah barat pasifik menimbulkan tekanan udara rendah. Kondisi
ini menyebabkan mengalirnya massa udara dari pasifik ke wilayah Indonesia.
Aliran tersebut mendorong terjadinya konvergensi massa udara yang kaya uap air.
Akibatnya semakin banyak awan yang terkonsentrasi dan menyebabkan turunnya
hujan yang lebih banyak di daerah tersebut (lebih dari 40 mm/bulan di atas
rata-rata normalnya). Kebalikan dari La-Nina adalah El-Nino ketika suhu
permukaan laut di Samudra Pasifik menghangat dan menyebabkan terjadinya musim
kemarau yang kering dan panjang di Indonesia. Penurunan curah hujan pada saat
El-Nino dapat mencapai 80 mm/bulan (Boer 2002).
Bencana kekeringan sering terjadi di
Indonesia. Hasil pengamatan jangka panjang menunjukkan bahwa terjadinya musim
kemarau panjang akibat adanya fenomena anomali iklim global El-Nino pada
umumnya terjadi secara periodik setiap 5 tahun sekali (Bey et al., 1992). Pada
tahun El-Nino 1991, 1994, 1997 dan 2003 luas pertanaman tanaman padi telah
mengalami kekeringan berturut-turut seluas 868 ribu ha, 544 ribu ha, 504 ribu
ha dan 568 ribu ha dengan luasan gagal panen (puso) masing-masing seluas 192
ribu ha (22%), 161 ribu ha (30%), 88 ribu ha (18%) dan 117 ribu ha (21%).
Penurunan luas panen karena kekeringan tersebut mengakibatkan penurunan
produksi atau kehilangan hasil pada tahun 1991 diperkirakan mencapai 1,455 juta
ton GKG atau setara dengan 0,873 juta ton beras, sedangkan pada tahun 1994 dan
1997 menyebabkan kehilangan hasil 640 ton GKG (Jasis dan Karama, 1998).
Kekeringan merupakan faktor lingkungan
utama yang dapat menurunkan produksi bergantung pada besarnya tingkat cekaman
yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman ketika mendapat cekaman kekeringan.
Pada periode cekaman kekeringan yang panjang akan mempengaruhi seluruh proses
metabolismeme di dalam sel dan mengakibatkan penurunan produksi tanaman.
Pada saat terjadi kekeringan, sebagian
stomata daun menutup sehingga terjadi hambatan masuknya CO2 dan
menurunkan aktivitas fotosintesis. Selain menghambat aktivitas fotosintesis,
cekaman kekeringan juga menghambat sintesis protein dan dinding sel. Penurunan
laju fotosintesis akibat cekaman kekeringan, merupakan kombinasi dari beberapa
proses, yaitu : (1) penutupan stomata secara hidroaktif mengurangi suplai CO2
kedalam daun, (2) dehidrasi kutikula, dinding epidermis, dan membran sel
mengurangi permeabilitas terhadap CO2, (3) bertambahnya tahanan sel
mesofil terhadap pertukaran gas, dan (4) menurunnya efisiensi sistem
fotosintesis berkaitan dengan proses biokimia dan aktifitas enzim dalam
sitoplasma. Dimana dalam proses fotosintesis terdapat proses hidrolisis yang
memerlukan air.
Sedangkan La-Nina menyebabkan kerusakan
tanaman akibat banjir, dan meningkatkan intensitas serangan hama dan penyakit.
La-Nina menyebabkan kelembaban dan curah hujan tinggi yang disukai oleh
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Pada daerah rawan banjir, kehadiran La-Nina
menyebabkan gagal panen akibat terendamnya tanaman padi. Pengaruh kelebihan air
terhadap tanaman akan lebih sensitif pada tanaman muda dibandingkan tanaman
dewasa (Syarifuddin, 2011).
Jasis dan Karama (1998) menyatakan, banjir
menyebabkan kehilangan hasil tanaman padi sebesar 214 ton GKG per tahun.
5. Naiknya
Permukaan Air Laut.
Dampak naiknya muka air laut di sektor
pertanian terutama adalah penciutan lahan pertanian di pesisir pantai,
kerusakan infrastruktur pertanian, dan peningkatan salinitas yang merusak
tanaman (Las, 2007).
Selain akan menciutkan luas lahan
pertanian akibat terendam air laut, peningkatan permukaan air laut juga akan
meningkatkan salinitas (kegaraman) tanah sekitar pantai. Salinitas pada tanah
bersifat racun bagi tanaman sehingga mengganggu fisiologis dan fisik pada
tanaman, kecuali tumbuhan laut dan pantai atau varietas adaptif. Salinitas pada
padi sangat erat kaitannya dengan keracunan logam berat, terutama Fe dan Al.
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai garis dan hamparan pantai yang
sangat panjang, sehingga penciutan lahan pertanian akibat peningkatan permukaan
air laut menjadi sangat luas (Direktorat Pengelolaan Air, 2009).
Pengaruh garam terlarut terhadap tanaman
adalah melalui osmotik karena konsentrasi garam yang tinggi menyulitkan tanaman
menyerab air. Akar tanaman memiliki membran semi permeabel yang melalukan air
tapi tidak dapat melewatkan hampir semua garam terlarut. Jadi air secara
osmotik semakin sulit diperoleh tanaman dengan semakin meningkatnya kadar garam
larutan tanah. Tanaman yang tumbuh pada media salin pada tingkat tertentu dapat
meningkatkan kosentrasi osmotik internalnya melalui produksi asam-asam organik
atau peningkatan serapan garam. Proses ini disebut sebagai penyesuaian osmotik
(osmotic adjusment). Pengaruh salinitas terhadap tanaman nampaknya berupa
perubahan energi dari proses pertumbuhan menjadi untuk mempertahankan perbedaan
osmotik. Salah satu proses pertama adalah deversi energi pertumbuhan untuk
perpanjangan sel. Jadi, untuk dapat mempertahankan perbedaan osmotik, sel
jaringan daun membelah tetapi tidak menyebabkan pemanjangan. Gejala terjadinya pertambahan
jumlah sel tapi tidak diikuti dengan perpanjangan sel dikarenakan adanya stres
osmotik ini adalah terjadinya warna daun yang menjadi hijau gelap (Anwar dan
Sudadi, 2007).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar