Pemanfaatan Limbah
Kulit Kerang
sebagai Upaya
Peningkatan Kualitas Tanah Masam (Ultisol)
RINGKASAN
Menurut Subagyo,
dkk (2002), sekitar 38,4 juta hektar atau sekitar 29,70/0
dari 190 juta hektar luas dataran Indonesia merupakan tanah ultisol. Tanah ultisol
merupakan jenis tanah yang masam atau memiliki pH rendah. Tanah masam
mengandung H+ tinggi yang dihasilkan dari reaksi antara ion Al3+
dengan air. Tanah jenis ini tidak menyediakan unsur hara yang cukup untuk
tanaman. Pada tanah
dengan pH rendah, banyak unsur hara seperti N, P, K,
Ca, dan Mg tidak
tersedia bagi tanaman karena unsur hara tersebut rusak pada pH rendah. Menurut Hardjowigeno (1987), hanya unsur Fe dan Al (unsur mikro)
yang tersedia pada tanah masam. Karena unsur hara yang tidak tersedia, maka tanah jenis ini
dikatakan tidak subur.
Disisi lain, Indonesia
merupakan negara agraris yang sebagian besar penghasilan penduduknya di dapat
dari bercocok tanam atau bertani. Produksi tanaman
terhambat karena adanya masalah kemasaman tanah. Keasaman tanah secara tidak
langsung menyebabkan keracunan pada tanaman karena kelebihan unsur hara
tertentu. Tanah asam memberikan pengaruh yang buruk pada pertumbuhan tanaman
hingga hasil yang dicapai rendah. Masalah tersebut mengakibatkan kondisi perekonomian
di Indonesia semakin terpuruk. Untuk itu perlu adanya tindakan untuk mengatasi
masalah tanah tersebut.
Pada tanah masam
perlu di naikkan pH-nya agar tanah menjadi netral. Karena tanah yang baik untuk
pertumbuhan tanaman adalah tanah yang netral. Menurut Hadjowigeno (1987), tanah
yang terlalu masam, dapat dinaikkan pH-nya dengan menambahkan kapur ke dalam
tanah. Penambahan kapur ke dalam tanah disebut dengan pengapuran. Pengapuran
dapat dilakukan menggunakan bahan yang mengandung Ca dan Mg. Pengapuran tanah
tidak hanya untuk meningkatkan pH tetapi juga menyeimbangkan unsur hara dalam
tanah. Tanah masam mengandung Al tinggi yang menyebabkan ketersediaan unsur
hara lain menjadi terhambat. Ada banyak jenis kapur yang dapat digunakan untuk
pengapuran tanah masam. Menurut Hakim (1986), kapur yang disarankan adalah CaCO3
atau [CaMg(CO3)2] yang digiling dengan kehalusan
100% melewati saringan 20 mesh dan 50% melewati 80-100 mesh.
Kulit kerang adalah salah satu bahan yang dapat digunakan
untuk pengapuran. Kulit kerang dapat dengan mudah ditemukan di daerah pantai
diseluruh wilayah Indonesia. Biasanya keberadaannya menjadi limbah dipesisir
pantai. Menurut Siregar (2006), kulit kerang mengandung CaO 66,70% dan MgO 22,28%. Dengan kandungan
unsur Ca dan Mg yang tinggi maka kemasaman tanah dapat berkurang. Berkurangnya
kemasaman tanah dapat meningkatkan kandungan unsur hara sehingga pertumbuhan
tanaman menjadi maksimal. Teknologi pengapuran dengan kulit kerang ini dapat
diterapkan pada tanah ultisol di Indonesia. Sehingga produksi tanaman pertanian
meningkat dengan semakin luasnya tanah yang subur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar