Minggu, 11 Juni 2017

Laporan praktikum genetika tumbuhan persilangan buatan

LAPORAN PRAKTIKUM
GENETIKA TUMBUHAN





oleh,
NURUL HIDAYATUN NAJAH
1604020010




PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2017
Sabtu, 22 April 2017
PERSILANGAN BUATAN

I.   TUJUAN
Tujuan dari dilakukan praktikum ini adalah untuk :
1.      Melatih penggunaan rumus Binomial Newton.
2.      Melatih penggunaan Chi-square methods.
3.      Menentukan apakah data yang diperoleh pada percobaan sesuai dengan teori.
4.      Memahami tentang persilangan buatan (monohibrid dan dihibrid) beserta penyimpangan yang terjadi,

II.   DASAR TEORI
a.       Persilangan Monohibrid
Monohibrid adalah persilangan antar dua spesies yang sama dengan satu sifat beda. Persilangan monohibrid ini sangat berkaitan dengan hukum Mendel I atau yang disebut dengan hukum segresi. Hukum ini berbunyi, “Pada pembentukan gamet untuk gen yang merupakan pasangan akan disegresikan kedalam dua anakan. Mendel pertama kali mengetahui sifat monohybrid pada saat melakukan percobaan penyilangan pada kacang ercis (Pisum sativum ). Sehingga sampai saat ini di dalam persilangan monohybrid selalu berlaku hukum Mendel I. Sesungguhnya di masa hidup Mendel belum diketahui sifat keturunan modern, belum diketahui adanya sifat kromosom dan gen, apalagi asam nukleat yang membina bahan genetic itu. Mendel menyebut bahan genetic itu hanya factor penentu (determinant) atau disingkat dengan factor. Hukum Mendel I berlaku pada gametogenesis F1 x F1 itu memiliki genotif heterozigot. Gen yang terletak dalam lokus yang sama pada kromosom, pada waktu gametogenesis gen sealel akan terpisah, masing-masing pergi ke satu gamet (Yasin, 2005).

b.      Persilangan Dihibrid
Persilangan dihibrid adalah persilangan antara dua individu sejenis yang melibatkan dua sifat beda, misalnya persilangan antara tanaman ercis berbiji bulat dan berwarna hijau dengan tanaman ercis berbiji kisut dan berwarna cokelat; padi berumur pendek dan berbulir sedikit dengan padi berumur panjang dan berbulir banyak (Yasin, 2005).
Penyimpangan-penyimpangan pada persilangan dihibrid yaitu (Suryo, 1990) :
1)      Epistasis Resesif
Peristiwa ini terjadi jika gen resesif mengalahkan pengaruh gen dominan dan resesif yang bukan alelnya. Rumusnya adalah gen aa epistasis terhadap B dan b. Pada persilangan antara anjing berambut emas dan anjing berambut coklat, dihasilkan keturunan F1 berambut hitam. Beberapa gen yang berperan adalah gen B (menentukan warna hitam), gen b (menentukan warna coklat), gen E (menentukan keluarnya warna), dan gen e (menghambat keluarnya warna). Peristiwa persilangannya dapat dilihat sebagai berikut.
Dari hasil penyilangan tersebut menunjukkan perbandingan fenotip 9 hitam: 4 emas: 3 coklat. Oleh karena itu, rumus epistasis resesif adalah aa epistasis terhadap B dan b. Dalam contoh ini, aa adalah ee (menghambat keluarnya warna).
2)      Epistasis Resesif Ganda
Interaksi gen yang saling melengkapi dan bila ada salah satu gen bersifat homozigot resesif (aa) maka pemunculan karakter anakan akan terhalangi maka kedua dari gen harus bersifat dominan.
3)    Epistasis Dominan Resesif
Epistasis dominan resesif merupakan peristiwa suatu gen menghambat ekspresi fenotip yang disebabkan oleh gen mutan yang bukan alelnya. Gen mutan tersebut bersifat menghambat, sehingga disebut gen penghalang atau inhibitor atau gen suspensor.
Epistasis dominan resesif terjadi pada persilangan lalat buah (Drossophila melanogaster). Gen P menentukan warna mata merah, gen p menentukan warna mata ungu, gen S merupakan gen non-suspensor, dan s merupakan gen suspensor. Berikut ini peristiwa persilangannya.
Perbandingan fenotipnya adalah 13 merah: 3 ungu. Rumus epistasis dominan resesif adalah A epistasis terhadap B dan b serta bb epistasis terhadap A dan a.
4)      Epistasis Dominan
Epistasis dominan terjadi pada persilangan umbi lapis bawang berwarna merah dengan umbi berwarna kuning. Gen A menyebabkan umbi berwarna merah dan gen B menyebabkan umbi berwarna kuning. Persilangan tersebut dapat dilihat di bawah ini.
Jika dilihat, hasil perbandingan fenotip F2 tersebut adalah 12 merah : 3 kuning : 1 putih. Angka perbandingan tersebut merupakan variasi atau modifi kasi dari perbandingan dihibrida 9:3:3:1.
Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut, dapat disimpulkan bahwa epistasis dominan terjadi bila sebuah gen dominan mengalahkan pengaruh gen lain yang bukan alelnya. Rumusnya adalah gen A bersifat epistasis terhadap gen B dan b. Oleh karena itu, meskipun dalam genotip terdapat gen B atau b, gen A tetap menutup ekspresi dari gen B dan b.
5)      Epistasis Dominan Ganda
Apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen dominan dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis dominan ganda. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 15 : 1 pada generasi F2. Contoh peristiwa epistasis dominan ganda dapat dilihat pada pewarisan bentuk buah Capsella. Ada dua macam bentuk buah Capsella, yaitu segitiga dan oval. Bentuk segitiga disebabkan oleh gen dominan C dan D, sedang bentuk oval disebabkan oleh gen resesif c dan d. Dalam hal ini C dominan terhadap D dan d, sedangkan D dominan terhadap C dan c.
c.       Metode Chi-square
Metode Chi-square adalah cara yang dapat dipakai untuk membandingkan data percobaan yang diperoleh dari persilangan-persilangan dengan hasil yang diharapkan berdasarkan hipotesis secara teoritis. Dengan cara ini seorang ahli genetika dapat menentukan satu nilai kemungkinan untuk menguji hipotesis itu (Kusdiarti, 2006).
Chi-square adalah uji nyata (goodness of fit) apakah data yang diperoleh benar menyimpang dari nisbah yang diharapkan, tidak secara kebetulan. Perbandingan yang diharapkan (hipotesis) berdasarkan pemisahan alele secara bebas, pembuahan gamet secara rambang dan terjadi segregasi sempurna (Kusdiarti, 2006).           
Rumus X2 (baca: eks-kuadrat, bahasa Inggrisnya : chi-square) perlu untuk mengetes apakah ratio fenotipe praktis dapat dipertanggungjawabkan, sesuai dengan ratio fenotipe teoritis. Rumus ini didapat K. Pearson. Ratio fenotipe hasil percobaan tak selalu persis sama dengan ratio fenotipe teoritis atau yang diharapkan. Umpama secara teoritis pada Punnet Square didapat F2 yang terjadi dari F1 x F1 Tt dengan ratio : 3 tinggi : 1 rendah. Tapi dari kenyataan tak selalu begitu. Mendel telah melakukan banyak percobaan, yang kadang ratio itu umpamanya hanya : 2, 8 : 1. Sampai dimana batasnya bahwa suatu hasil percobaan memenuhi ratio fenotipe teoritis, dipakailah Rumus eks-kuadrat (Yatim, 2003).
Rumus X2 :
X2 = ∑ [d2/e]
X2 = ∑ [(o-e)2/e]

∑ = sigma, jumlah
d = penyimpangan, deviasi : o – e
e = angka yang diharapkan, expected
o = angka percobaan, observasi


Daftar eks-kuadrat
Derajat Kebebasan
Kemungkinan
0,99          0,95          0,70          0,50         0,30        0,05         0,01
1
2
3
4
5
6
0,001        0,004        0,148        0,445       1,074      3,841       6,635
0,020        0,130        0,713        1,386       2,408      5,991       9,210
0,115        0,352        1,424        2,366       3,665      7,815      11,341
0,297        0,711        2,195        3,357       4,878      9,488      13,277
0,554        1,145        3,000        4,351       6,064     11,070     15,086
0,872        1,635        3,828        5,348       7,231     12,592     16,812
(Sumber : Yatim, 2003)
Umumnya, statistisik menggunakan kemungkinan (probabilitas 5 % atau 0,05) untuk menggambarkan batas antara diterima atau ditolaknya suatu hipotesis. Nilai X2 = 3,841 terletak dibawah probabilitas 5%. Seseorang akan mendapatkan nilai X2 3,841 karena kebetulan, hanya kira-kira 5% dari percobaan yang sama apabila hipotesis benar. Apabila X2 lebih besar dari 3,841 maka probabilitas bahwa deviasi terjadi karena kebetulan akan lebih kecil dari 5%. Apabila ini diperoleh, maka hipotesis yang menyatakan bahwa data pengamatan dan data teoritis sama atau sesuai ditolak (Suryati, dkk. 2013).
Nilai 3,841 berasal dari table X2 perhatikan nilai yang terletak dibagian atas yang menunjukkan besarnya taraf uji dan disebelah kiri bawah  menunjukkan degree of freedom atau derajat bebas (mulai dari 1, 2, . . . hingga 30). Derajat bebas (db) dalam hal ini memiliki nilai sama dengan banyaknya kelas fenotipe dikurangi satu. Dengan melihat titikpotong pada baris db = 1 dan tarif uji 5% ditemukan nilai 3,841 yang merupakan nilai maksimum dari X2 yang dapat diterima bahwa deviasi terjadi karena kebetulan (Suryati, dkk. 2013).




III.   ALAT DAN BAHAN
Alat :                                                   Bahan :
1. Kertas                                                1. Kantong plastik gelap
2. Pulpen                                                2. Kancing baju
3. Tabel data analisa                                                       

IV.   CARA KERJA
a.       Monohibrid
1.      Mengambil satu kantong plastik gelap.
2.      Mengisi kantong plastik tersebut dengan dua macam warna kancing baju (hitam dan putih), masing-masing warna 50 buah. Jadi dalam kantong plastik terdapat 100 biji kancing baju dalam dua warna.
3.      Mengocok kantong plastik tersebut sehomogen mungkin.
4.      Mengambil dua biji kancing secara acak dari kantong pastik tersebut.
5.      Mencatat hasil yang diperoleh pada kertas.
6.      Mengembalikan kancing yang sudah diambil kedalam kantong plastik, kemudian mengocok lagi kantong plastik sampai homogen.
7.      Melakukan langkah ke-4 sampai 6 hingga 100 kali pengambilan.
8.      Menghitung hasil pengamatan dan memasukkanya ke dalam tabel yang tersedia.
9.      Menganalisa dengan X2 (Chi-square methods).
b.      Dihibrid
1.      Mengambil dua kantong plastik gelap.
2.      Mengisi masing-masing kantong plastik tersebut dengan dua macam kancing warna yang berbeda. Dimana :
Kantong I        Hitam  = A      = 50 buah
                        Putih    = a       = 50 buah
Kantong II      Merah  = B      = 50 buah
                        Hijau   = b       = 50 buah
3.      Mengocok kantong plastik tersebut sehomogen mungkin.
4.      Mengambil dua biji kancing secara acak dari masing masing kantong pastik tersebut.
5.      Mencatat hasil yang diperoleh pada kertas.
6.      Mengembalikan kancing yang sudah diambil kedalam kantong plastik, kemudian mengocok lagi kantong plastik sampai homogen.
7.      Melakukan langkah ke-4 sampai 6 hingga 100 kali pengambilan.
8.      Menghitung hasil pengamatan dan memasukkanya ke dalam tabel yang tersedia.
9.      Menganalisa dengan X2 (Chi-square methods).

V.   HASIL PENGAMATAN
a.       Monohibrid ( 3 : 1 )
Genotipe
o
e
(o - e )2
(o – e)2/ e
X2
HH & Hh
74
¾ x 100 = 75
1
0,01
0,05
hh
26
¼ x 100 = 25
1
0,04
Total
100




b.      Dihibrid ( 9 : 3 : 3 : 1 )
Genotipe
o
e
(o - e )2
(o – e)2/ e
   X2
A_B_
61
3/16 x 100 = 56,25
22,56
0,40
2,56
A_bb
20
3/16 x 100 = 18,75
1,56
0,08
aaB_
16
3/16 x 100 = 18,75
2,56
0,40
aabb
3
1/16 x 100 = 6,25
10,56
1,68
Total
100




c.       Penyimpangan
1)      Epistasis Resesif ( 9:3:4 )
Genotipe
o
e
(o - e )2
(o – e)2/ e
X2
A_B_
51
9/16 x 100 = 56,25
27,56
0,48
1,2
A_bb
22
3/16 x 100 = 18,75
10,56
0,56
aaB_ & aabb
27
4/16 x 100 = 25
4
0,16
Total
100




2)      Epistasis Resesif Ganda ( 9 : 7 )
Genotipe
o
e
(o - e )2
(o – e)2/ e
X2
A_B_
56
9/16 x 100 = 56,25
0,06
0,001
0,002
A_bb & aaB_ & aabb
44
7/16 x 100 = 43,75
0,06
0,001
Total
100




3)      Epistasis Dominan Resesif ( 13 : 3 )
Genotipe
o
e
(o - e )2
(o – e)2/ e
X2
A_B_ & aaB_ & aabb
96
13/16 x 100 = 81,25
217,56
2,67
14,27
A_bb
4
3/16 x 100 = 18,75
217,56
11,60
Total
100




4)      Epiatasis Dominan ( 12 : 3 : 1)
Genotipe
o
e
(o - e )2
(o – e)2/ e
X2
A_B_ & A_bb
72
12/16  x 100 = 75
9
0,12
3,88
aaB_
25
3/16 x 100 = 18,75
39,06
2,08
aabb
3
1/16 x 100 = 6,25
10,56
1,68
Total
100




5)      Epistasis Dominan Ganda ( 15 : 1 )
Genotipe
o
e
(o - e )2
(o – e)2/ e
X2
A_B_ & A_bb & aaB_
92
15/16 x 100 = 93,75
3,06
0,03
0,51
aabb
8
1/16 x 100 = 6,25
3,06
0,48
Total
100





VI.   PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan uji Chi-Square (x2), uji ini digunakan untuk memastikan apakah data hasil percobaan sesuai dengan teori atau tidak. Dalam hal ini teori yang digunakan adalah teori hukum Mendel tentang persilangan monohibrid dan dihibrid. Dimana nisbah (perbandingan) hasil keturunan dari setiap jenis persilangan telah ditentukan.
Untuk menentukan data hasil percobaan sesuai dengan teori atau tidak dihitung x2 dengan rumus : X2 = ∑ [(o-e)2/e] dimana (o – e) = penyimpangan (deviasi), e = angka yang diharapkan (expected), dan o = angka percobaan (observasi).

Tabel Chi-Square
Derajat Bebas
Kemungkinan
0,99          0,95          0,70          0,50         0,30        0,05         0,01
1
2
3
4
5
6
0,001        0,004        0,148        0,445       1,074      3,841       6,635
0,020        0,130        0,713        1,386       2,408      5,991       9,210
0,115        0,352        1,424        2,366       3,665      7,815      11,341
0,297        0,711        2,195        3,357       4,878      9,488      13,277
0,554        1,145        3,000        4,351       6,064     11,070     15,086
0,872        1,635        3,828        5,348       7,231     12,592     16,812

 Penentuan kesesuaian hasil percobaan dengan teori ditentukan pada tabel berdasakan derajat bebas dari persilangan dan nilai kemungkinan dari x2 hasil percobaan. Derajat bebas dihitung dari jumlah kelas atau jumlah sifat yang muncul dikurangi 1. Biasanya nilai kemungkinan 5% dianggap sebagai garis batas antara menerima atau menolak hipotesis. Apabila nilai kemungkinan lebih besar dari 5%, penyimpangan dari nisbah harapan tidak nyata. Bisa dibilang penyimpangan yang ada hanya kebetulan saja. Sedangkan apabila nilai x2 dibawah 5% maka dikatakan bahwa penyimpangan dari nisbah yang ada nyata dan tidak terjadi secara kebetulan tetapi ada faktor lain yang menyebabkan penyimpangan tersebut. Untuk mempermudah pada penentuan data hasil percobaan sesuai dengan teori atau tidak, maka digunakan ketentuan x2 hitung < x2 tabel. Jadi data hasil percobaan berarti sesuai dengan teori apabila x2 hitung (x2 hasil percobaan) memiliki nilai kurang dari x2 tabel (x2 dalam tabel dengan kemungkinan 0,05). Dimana untuk masing-masing persilangan memiliki x2 tabel (berdasarkan derajat bebas) sebagai berikut:
a.       Monohibrid, x2 tabel = 3,84
b.      Dihibrid, x2 tabel = 7,82
c.       Penyimpangan
-          Epistasis resesif, x2 tabel = 5,99
-          Epistasis resesif ganda, x2 tabel = 3,84
-          Epistasis dominan resesif, x2 tabel = 3,84
-          Epistasis dominan, x2 tabel = 5,99
-          Epistasis dominan ganda, x2 tabel = 3,84

Dalam data hasil percobaan pada persilangan monohibrid dengan nisbah 3 : 1 didapatkan nilai x2 yaitu 0,05. Artinya hasil percobaan sesuai dengan teori atau nisbah 3 : 1 diterima. Karena pada persilangan monohibrid memiliki derajat bebas 1 dan nilai kemungkinan dari x2 yang dihitung lebih dari 90% (dilihat pada tabel x2). Atau bisa dikatakan x2 hasil < x2 tabel = 0,05 < 3,84, jadi hasil diterima atau masih sesuai dengan hukum Mendel. Penyimpangan yang terjadi hanya secara kebetulan saja.
Untuk hasil percobaan pada persilangan dihibrid dengan nisbah 9 : 3 : 3 : 1 didapatkan nilai x2 yaitu 2,56. Artinya hasil percobaan sesuai dengan teori atau nisbah 9 : 3 : 3 : 1 diterima. Karena pada persilangan dihibrid memiliki derajat bebas 3 dan nilai kemungkinan dari x2 yang dihitung lebih dari 50% (dilihat pada tabel x2). Atau bisa dikatakan x2 hitung < x2 tabel = 2,56 < 7,82, jadi hasil diterima atau masih sesuai dengan hukum Mendel. Penyimpangan data hasil percobaan yang terjadi hanya secara kebetulan saja.
Untuk data hasil percobaan persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis resesif dengan nisbah 9 : 3 : 4 didapatkan nilai x2 yaitu 1,2. Artinya hasil percobaan sesuai dengan teori atau nisbah 9 : 3 : 4 diterima. Karena persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis resesif memiliki derajat bebas 2 dan nilai kemungkinan dari x2 yang dihitung lebih dari 70% (dilihat pada tabel x2). Atau bisa dikatakan x2 hitung < x2 tabel = 1,2 < 5,99, jadi hasil diterima atau masih sesuai dengan hukum Mendel. Penyimpangan data yang terjadi hanya secara kebetulan saja.
Untuk data hasil percobaan persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis resesif ganda dengan nisbah 9 : 7 didapatkan nilai x2 yaitu 0,002. Artinya hasil percobaan sesuai dengan teori atau nisbah 9 : 7 diterima. Karena persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis resesif ganda memiliki derajat bebas 1 dan nilai kemungkinan dari x2 yang dihitung lebih dari 95% (dilihat pada tabel x2). Atau bisa dikatakan x2 hitung < x2 tabel = 0,002 < 3,84, jadi hasil diterima atau masih sesuai dengan hukum Mendel. Penyimpangan data yang terjadi hanya secara kebetulan saja.
Untuk data hasil percobaan persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis dominan resesif dengan nisbah 13 : 3 didapatkan nilai x2 yaitu 14,27. Artinya hasil percobaan tidak sesuai dengan teori atau nisbah 13 : 3 tidak diterima. Karena persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis dominan resesif memiliki derajat bebas 1 dan nilai kemungkinan dari x2 yang dihitung kurang dari 5% (dilihat pada tabel x2). Atau bisa dikatakan x2 hitung < x2 tabel = 14,27 > 3,84, jadi hasil tidak diterima atau tidak sesuai dengan hukum Mendel. Penyimpangan data hasil percobaan tidak terjadi secara kebetulan tetapi ada faktor lain yang menyebabkan penyimpangan tersebut.
Untuk data hasil percobaan persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis dominan dengan nisbah 12 : 3 : 1 didapatkan nilai x2 yaitu 3,88. Artinya hasil percobaan sesuai dengan teori atau nisbah 12 : 3 : 1 diterima. Karena persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis dominan memiliki derajat bebas 2 dan nilai kemungkinan dari x2 yang dihitung lebih dari 50% (dilihat pada tabel x2). Atau bisa dikatakan x2 hitung < x2 tabel = 3,88 < 5,99, jadi hasil diterima atau masih sesuai dengan hukum Mendel. Penyimpangan data yang terjadi hanya secara kebetulan saja.
Untuk data hasil percobaan persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis dominan ganda dengan nisbah 15 : 1 didapatkan nilai x2 yaitu 0,51. Artinya hasil percobaan sesuai dengan teori atau nisbah 15 : 1 diterima. Karena persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis dominan ganda memiliki derajat bebas 1 dan nilai kemungkinan dari x2 yang dihitung lebih dari 50% (dilihat pada tabel x2). Atau bisa dikatakan x2 hitung < x2 tabel = 0,51 < 3,84, jadi hasil diterima atau masih sesuai dengan hukum Mendel. Penyimpangan data yang terjadi hanya secara kebetulan saja.

VII.   KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Uji Chi-Square (x2) merupakan uji yang digunakan untuk memastikan apakah data hasil percobaan sesuai dengan teori atau tidak.
2.      Rumus uji Chi-Square (x2) yaitu X2 = ∑ [(o-e)2/e]
dimana (o – e) = penyimpangan (deviasi),
e = angka yang diharapkan (expected), dan
o = angka percobaan (observasi).
3.      Penentuan kesesuaian hasil percobaan dengan teori ditentukan pada tabel berdasakan derajat bebas dari persilangan dan nilai kemungkinan dari x2 hasil percobaan. Derajat bebas dihitung dari jumlah kelas atau jumlah sifat yang muncul dikurangi 1. Hasil percobaan diterima apabila nilai kemungkinan lebih dari 5%.
4.      Data hasil percobaan dapat dikatakan sesuai dengan teori apabila memenuhi ketentuan x2 hitung < x2 tabel.
5.      Data hasil percobaan pada persilangan monohibrid dengan nisbah 3 : 1 didapatkan nilai x2 yaitu 0,05. Artinya hasil percobaan sesuai dengan teori atau nisbah 3 : 1 diterima.
6.      Data hasil percobaan pada persilangan dihibrid dengan nisbah 9 : 3 : 3 : 1 didapatkan nilai x2 yaitu 2,56. Artinya hasil percobaan sesuai dengan teori atau nisbah 9 : 3 : 3 : 1 diterima.
7.      Data hasil percobaan persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis resesif dengan nisbah 9 : 3 : 4 didapatkan nilai x2 yaitu 1,2. Artinya hasil percobaan sesuai dengan teori atau nisbah 9 : 3 : 4 diterima.
8.      Data hasil percobaan persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis resesif ganda dengan nisbah 9 : 7 didapatkan nilai x2 yaitu 0,002. Artinya hasil percobaan sesuai dengan teori atau nisbah 9 : 7 diterima.
9.      Data hasil percobaan persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis dominan resesif dengan nisbah 13 : 3 didapatkan nilai x2 yaitu 14,27. Artinya hasil percobaan tidak sesuai dengan teori atau nisbah 13 : 3 tidak diterima.
10.  Data hasil percobaan persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis dominan dengan nisbah 12 : 3 : 1 didapatkan nilai x2 yaitu 3,88. Artinya hasil percobaan sesuai dengan teori atau nisbah 12 : 3 : 1 diterima.
11.  Data hasil percobaan persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis dominan ganda dengan nisbah 15 : 1 didapatkan nilai x2 yaitu 0,51. Artinya hasil percobaan sesuai dengan teori atau nisbah 15 : 1 diterima.

VIII.   DAFTAR PUSTAKA

Kusdiarti, Lilik. 2006. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Suryo. 1990. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Wildan, Yatim. 1996. Genetika. Bandung: Tarsito.                                                


IX.   LAMPIRAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

laporan praktikum genetika tumbuhan variasi genetik

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA TUMBUHAN oleh, NURUL HIDAYATUN NAJAH 1604020010 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKU...