LAPORAN PRAKTIKUM
GENETIKA TUMBUHAN

oleh,
NURUL
HIDAYATUN NAJAH
1604020010
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2017
Sabtu,
22 April 2017
PERSILANGAN
BUATAN
I.
TUJUAN
Tujuan
dari dilakukan praktikum ini adalah untuk :
1. Melatih
penggunaan rumus Binomial Newton.
2. Melatih
penggunaan Chi-square methods.
3. Menentukan
apakah data yang diperoleh pada percobaan sesuai dengan teori.
4. Memahami
tentang persilangan buatan (monohibrid dan dihibrid) beserta penyimpangan yang
terjadi,
II.
DASAR
TEORI
a. Persilangan
Monohibrid
Monohibrid adalah persilangan antar dua spesies yang
sama dengan satu sifat beda. Persilangan monohibrid ini sangat berkaitan dengan
hukum Mendel I atau yang disebut dengan hukum segresi. Hukum ini berbunyi,
“Pada pembentukan gamet untuk gen yang merupakan pasangan akan disegresikan
kedalam dua anakan. Mendel pertama kali mengetahui sifat monohybrid pada saat
melakukan percobaan penyilangan pada kacang ercis (Pisum sativum ). Sehingga
sampai saat ini di dalam persilangan monohybrid selalu berlaku hukum Mendel I.
Sesungguhnya di masa hidup Mendel belum diketahui sifat keturunan modern, belum
diketahui adanya sifat kromosom dan gen, apalagi asam nukleat yang membina
bahan genetic itu. Mendel menyebut bahan genetic itu hanya factor penentu
(determinant) atau disingkat dengan factor. Hukum Mendel I berlaku pada
gametogenesis F1 x F1 itu memiliki genotif heterozigot. Gen yang terletak dalam
lokus yang sama pada kromosom, pada waktu gametogenesis gen sealel akan terpisah,
masing-masing pergi ke satu gamet (Yasin, 2005).
b. Persilangan
Dihibrid
Persilangan
dihibrid adalah persilangan antara dua individu sejenis yang melibatkan dua
sifat beda, misalnya persilangan antara tanaman ercis berbiji bulat dan
berwarna hijau dengan tanaman ercis berbiji kisut dan berwarna cokelat; padi
berumur pendek dan berbulir sedikit dengan padi berumur panjang dan berbulir
banyak (Yasin, 2005).
Penyimpangan-penyimpangan
pada persilangan dihibrid yaitu (Suryo, 1990) :
1)
Epistasis
Resesif
Peristiwa ini
terjadi jika gen resesif mengalahkan pengaruh gen dominan dan resesif yang
bukan alelnya. Rumusnya adalah gen aa epistasis terhadap B dan b. Pada
persilangan antara anjing berambut emas dan anjing berambut coklat, dihasilkan
keturunan F1 berambut hitam. Beberapa gen yang berperan adalah gen B
(menentukan warna hitam), gen b (menentukan warna coklat), gen E (menentukan
keluarnya warna), dan gen e (menghambat keluarnya warna). Peristiwa
persilangannya dapat dilihat sebagai berikut.
Dari hasil penyilangan
tersebut menunjukkan perbandingan fenotip 9 hitam: 4 emas: 3 coklat. Oleh
karena itu, rumus epistasis resesif adalah aa epistasis terhadap B dan b. Dalam
contoh ini, aa adalah ee (menghambat keluarnya warna).
2)
Epistasis
Resesif Ganda
Interaksi gen yang saling melengkapi dan bila ada
salah satu gen bersifat homozigot resesif (aa) maka pemunculan karakter anakan
akan terhalangi maka kedua dari gen harus bersifat dominan.
3)
Epistasis
Dominan Resesif
Epistasis dominan
resesif merupakan peristiwa suatu gen menghambat ekspresi fenotip yang
disebabkan oleh gen mutan yang bukan alelnya. Gen mutan tersebut bersifat
menghambat, sehingga disebut gen penghalang atau inhibitor atau gen suspensor.
Epistasis dominan
resesif terjadi pada persilangan lalat buah (Drossophila melanogaster). Gen P
menentukan warna mata merah, gen p menentukan warna mata ungu, gen S merupakan
gen non-suspensor, dan s merupakan gen suspensor. Berikut ini peristiwa
persilangannya.
Perbandingan
fenotipnya adalah 13 merah: 3 ungu. Rumus epistasis dominan resesif adalah A
epistasis terhadap B dan b serta bb epistasis terhadap A dan a.
4)
Epistasis
Dominan
Epistasis dominan
terjadi pada persilangan umbi lapis bawang berwarna merah dengan umbi berwarna
kuning. Gen A menyebabkan umbi berwarna merah dan gen B menyebabkan umbi
berwarna kuning. Persilangan tersebut dapat dilihat di bawah ini.
Jika dilihat,
hasil perbandingan fenotip F2 tersebut adalah 12 merah : 3 kuning : 1 putih.
Angka perbandingan tersebut merupakan variasi atau modifi kasi dari perbandingan
dihibrida 9:3:3:1.
Berdasarkan hasil
yang diperoleh tersebut, dapat disimpulkan bahwa epistasis dominan terjadi bila
sebuah gen dominan mengalahkan pengaruh gen lain yang bukan alelnya. Rumusnya
adalah gen A bersifat epistasis terhadap gen B dan b. Oleh karena itu, meskipun
dalam genotip terdapat gen B atau b, gen A tetap menutup ekspresi dari gen B
dan b.
5)
Epistasis
Dominan Ganda
Apabila gen
dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan
alelnya, sementara gen dominan dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap
pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis dominan ganda.
Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 15 : 1 pada generasi F2. Contoh
peristiwa epistasis dominan ganda dapat dilihat pada pewarisan bentuk buah
Capsella. Ada dua macam bentuk buah Capsella, yaitu segitiga dan oval. Bentuk
segitiga disebabkan oleh gen dominan C dan D, sedang bentuk oval disebabkan
oleh gen resesif c dan d. Dalam hal ini C dominan terhadap D dan d, sedangkan D
dominan terhadap C dan c.
c.
Metode
Chi-square
Metode
Chi-square adalah cara yang dapat
dipakai untuk membandingkan data percobaan yang diperoleh dari
persilangan-persilangan dengan hasil yang diharapkan berdasarkan hipotesis
secara teoritis. Dengan cara ini seorang ahli genetika dapat menentukan satu
nilai kemungkinan untuk menguji hipotesis itu (Kusdiarti, 2006).
Chi-square
adalah uji nyata (goodness of fit) apakah data yang diperoleh benar menyimpang
dari nisbah yang diharapkan, tidak secara kebetulan. Perbandingan yang
diharapkan (hipotesis) berdasarkan pemisahan alele secara bebas, pembuahan
gamet secara rambang dan terjadi segregasi sempurna (Kusdiarti, 2006).
Rumus
X2 (baca: eks-kuadrat, bahasa Inggrisnya : chi-square) perlu untuk mengetes apakah ratio fenotipe praktis
dapat dipertanggungjawabkan, sesuai dengan ratio fenotipe teoritis. Rumus ini
didapat K. Pearson. Ratio fenotipe hasil percobaan tak selalu persis sama
dengan ratio fenotipe teoritis atau yang diharapkan. Umpama secara teoritis
pada Punnet Square didapat F2 yang terjadi dari F1 x F1
Tt dengan ratio : 3 tinggi : 1 rendah. Tapi dari kenyataan tak selalu begitu.
Mendel telah melakukan banyak percobaan, yang kadang ratio itu umpamanya hanya
: 2, 8 : 1. Sampai dimana batasnya bahwa suatu hasil percobaan memenuhi ratio
fenotipe teoritis, dipakailah Rumus eks-kuadrat (Yatim, 2003).
Rumus
X2 :
X2
= ∑ [d2/e]
X2
= ∑ [(o-e)2/e]
∑
= sigma, jumlah
d
= penyimpangan, deviasi : o – e
e
= angka yang diharapkan, expected
o
= angka percobaan, observasi
Daftar eks-kuadrat
Derajat
Kebebasan
|
Kemungkinan
0,99 0,95 0,70 0,50 0,30 0,05 0,01
|
1
2
3
4
5
6
|
0,001 0,004 0,148 0,445 1,074 3,841
6,635
0,020 0,130 0,713 1,386 2,408 5,991 9,210
0,115 0,352 1,424 2,366 3,665 7,815 11,341
0,297 0,711 2,195 3,357 4,878 9,488 13,277
0,554 1,145 3,000 4,351 6,064 11,070 15,086
0,872 1,635 3,828 5,348 7,231 12,592 16,812
|
(Sumber : Yatim, 2003)
Umumnya,
statistisik menggunakan kemungkinan (probabilitas 5 % atau 0,05) untuk
menggambarkan batas antara diterima atau ditolaknya suatu hipotesis. Nilai X2
= 3,841 terletak dibawah probabilitas 5%. Seseorang akan mendapatkan nilai X2
3,841 karena kebetulan, hanya kira-kira 5% dari percobaan yang sama apabila
hipotesis benar. Apabila X2 lebih besar dari 3,841 maka probabilitas
bahwa deviasi terjadi karena kebetulan akan lebih kecil dari 5%. Apabila ini
diperoleh, maka hipotesis yang menyatakan bahwa data pengamatan dan data
teoritis sama atau sesuai ditolak (Suryati, dkk. 2013).
Nilai 3,841
berasal dari table X2 perhatikan nilai yang terletak dibagian atas
yang menunjukkan besarnya taraf uji dan disebelah kiri bawah menunjukkan degree of freedom atau derajat bebas
(mulai dari 1, 2, . . . hingga 30). Derajat bebas (db) dalam hal ini memiliki
nilai sama dengan banyaknya kelas fenotipe dikurangi satu. Dengan melihat
titikpotong pada baris db = 1 dan tarif uji 5% ditemukan nilai 3,841 yang
merupakan nilai maksimum dari X2 yang dapat diterima bahwa deviasi
terjadi karena kebetulan (Suryati, dkk. 2013).
III.
ALAT
DAN BAHAN
Alat : Bahan
:
1. Kertas 1.
Kantong plastik gelap
2. Pulpen 2.
Kancing baju
3. Tabel data analisa
IV.
CARA
KERJA
a. Monohibrid
1. Mengambil
satu kantong plastik gelap.
2. Mengisi
kantong plastik tersebut dengan dua macam warna kancing baju (hitam dan putih),
masing-masing warna 50 buah. Jadi dalam kantong plastik terdapat 100 biji
kancing baju dalam dua warna.
3. Mengocok
kantong plastik tersebut sehomogen mungkin.
4. Mengambil
dua biji kancing secara acak dari kantong pastik tersebut.
5. Mencatat
hasil yang diperoleh pada kertas.
6. Mengembalikan
kancing yang sudah diambil kedalam kantong plastik, kemudian mengocok lagi
kantong plastik sampai homogen.
7. Melakukan
langkah ke-4 sampai 6 hingga 100 kali pengambilan.
8. Menghitung
hasil pengamatan dan memasukkanya ke dalam tabel yang tersedia.
9. Menganalisa
dengan X2 (Chi-square methods).
b. Dihibrid
1. Mengambil
dua kantong plastik gelap.
2. Mengisi
masing-masing kantong plastik tersebut dengan dua macam kancing warna yang
berbeda. Dimana :
Kantong
I Hitam = A = 50 buah
Putih = a =
50 buah
Kantong
II Merah = B = 50 buah
Hijau = b =
50 buah
3. Mengocok
kantong plastik tersebut sehomogen mungkin.
4. Mengambil
dua biji kancing secara acak dari masing masing kantong pastik tersebut.
5. Mencatat
hasil yang diperoleh pada kertas.
6. Mengembalikan
kancing yang sudah diambil kedalam kantong plastik, kemudian mengocok lagi
kantong plastik sampai homogen.
7. Melakukan
langkah ke-4 sampai 6 hingga 100 kali pengambilan.
8. Menghitung
hasil pengamatan dan memasukkanya ke dalam tabel yang tersedia.
9. Menganalisa
dengan X2 (Chi-square methods).
V.
HASIL
PENGAMATAN
a. Monohibrid
( 3 : 1 )
Genotipe
|
o
|
e
|
(o
- e )2
|
(o
– e)2/ e
|
X2
|
HH
& Hh
|
74
|
¾
x 100 = 75
|
1
|
0,01
|
0,05
|
hh
|
26
|
¼
x 100 = 25
|
1
|
0,04
|
|
Total
|
100
|
b. Dihibrid
( 9 : 3 : 3 : 1 )
Genotipe
|
o
|
e
|
(o
- e )2
|
(o
– e)2/ e
|
X2
|
A_B_
|
61
|
3/16 x 100 = 56,25
|
22,56
|
0,40
|
2,56
|
A_bb
|
20
|
3/16
x 100 = 18,75
|
1,56
|
0,08
|
|
aaB_
|
16
|
3/16
x 100 = 18,75
|
2,56
|
0,40
|
|
aabb
|
3
|
1/16
x 100 = 6,25
|
10,56
|
1,68
|
|
Total
|
100
|
c. Penyimpangan
1) Epistasis
Resesif ( 9:3:4 )
Genotipe
|
o
|
e
|
(o
- e )2
|
(o
– e)2/ e
|
X2
|
A_B_
|
51
|
9/16
x 100 = 56,25
|
27,56
|
0,48
|
1,2
|
A_bb
|
22
|
3/16
x 100 = 18,75
|
10,56
|
0,56
|
|
aaB_
& aabb
|
27
|
4/16
x 100 = 25
|
4
|
0,16
|
|
Total
|
100
|
2) Epistasis
Resesif Ganda ( 9 : 7 )
Genotipe
|
o
|
e
|
(o
- e )2
|
(o
– e)2/ e
|
X2
|
A_B_
|
56
|
9/16
x 100 = 56,25
|
0,06
|
0,001
|
0,002
|
A_bb
& aaB_ & aabb
|
44
|
7/16
x 100 = 43,75
|
0,06
|
0,001
|
|
Total
|
100
|
3) Epistasis
Dominan Resesif ( 13 : 3 )
Genotipe
|
o
|
e
|
(o
- e )2
|
(o
– e)2/ e
|
X2
|
A_B_
& aaB_ & aabb
|
96
|
13/16
x 100 = 81,25
|
217,56
|
2,67
|
14,27
|
A_bb
|
4
|
3/16
x 100 = 18,75
|
217,56
|
11,60
|
|
Total
|
100
|
4) Epiatasis
Dominan ( 12 : 3 : 1)
Genotipe
|
o
|
e
|
(o
- e )2
|
(o
– e)2/ e
|
X2
|
A_B_
& A_bb
|
72
|
12/16
x 100 = 75
|
9
|
0,12
|
3,88
|
aaB_
|
25
|
3/16
x 100 = 18,75
|
39,06
|
2,08
|
|
aabb
|
3
|
1/16
x 100 = 6,25
|
10,56
|
1,68
|
|
Total
|
100
|
5) Epistasis
Dominan Ganda ( 15 : 1 )
Genotipe
|
o
|
e
|
(o
- e )2
|
(o
– e)2/ e
|
X2
|
A_B_
& A_bb & aaB_
|
92
|
15/16
x 100 = 93,75
|
3,06
|
0,03
|
0,51
|
aabb
|
8
|
1/16
x 100 = 6,25
|
3,06
|
0,48
|
|
Total
|
100
|
VI.
PEMBAHASAN
Pada
praktikum ini dilakukan uji Chi-Square (x2),
uji ini digunakan untuk memastikan apakah data hasil percobaan sesuai dengan
teori atau tidak. Dalam hal ini teori yang digunakan adalah teori hukum Mendel
tentang persilangan monohibrid dan dihibrid. Dimana nisbah (perbandingan) hasil
keturunan dari setiap jenis persilangan telah ditentukan.
Untuk
menentukan data hasil percobaan sesuai dengan teori atau tidak dihitung x2
dengan rumus : X2 = ∑ [(o-e)2/e] dimana (o – e) =
penyimpangan (deviasi), e = angka yang diharapkan (expected), dan o = angka
percobaan (observasi).
Tabel Chi-Square
Derajat
Bebas
|
Kemungkinan
0,99 0,95 0,70 0,50 0,30 0,05 0,01
|
1
2
3
4
5
6
|
0,001 0,004 0,148 0,445 1,074 3,841 6,635
0,020 0,130 0,713 1,386 2,408 5,991 9,210
0,115 0,352 1,424 2,366 3,665 7,815 11,341
0,297 0,711 2,195 3,357 4,878 9,488 13,277
0,554 1,145 3,000 4,351 6,064 11,070 15,086
0,872 1,635 3,828 5,348 7,231 12,592 16,812
|
Penentuan kesesuaian hasil percobaan dengan
teori ditentukan pada tabel berdasakan derajat bebas dari persilangan dan nilai
kemungkinan dari x2 hasil percobaan. Derajat bebas dihitung dari
jumlah kelas atau jumlah sifat yang muncul dikurangi 1. Biasanya nilai
kemungkinan 5% dianggap sebagai garis batas antara menerima atau menolak
hipotesis. Apabila nilai kemungkinan lebih besar dari 5%, penyimpangan dari
nisbah harapan tidak nyata. Bisa dibilang penyimpangan yang ada hanya kebetulan
saja. Sedangkan apabila nilai x2 dibawah 5% maka dikatakan bahwa
penyimpangan dari nisbah yang ada nyata dan tidak terjadi secara kebetulan
tetapi ada faktor lain yang menyebabkan penyimpangan tersebut. Untuk
mempermudah pada penentuan data hasil percobaan sesuai dengan teori atau tidak,
maka digunakan ketentuan x2 hitung < x2 tabel. Jadi
data hasil percobaan berarti sesuai dengan teori apabila x2 hitung
(x2 hasil percobaan) memiliki nilai kurang dari x2 tabel
(x2 dalam tabel dengan kemungkinan 0,05). Dimana untuk masing-masing
persilangan memiliki x2 tabel (berdasarkan derajat bebas) sebagai
berikut:
a. Monohibrid,
x2 tabel = 3,84
b. Dihibrid,
x2 tabel = 7,82
c. Penyimpangan
-
Epistasis resesif, x2
tabel = 5,99
-
Epistasis resesif ganda,
x2 tabel = 3,84
-
Epistasis dominan
resesif, x2 tabel = 3,84
-
Epistasis dominan, x2
tabel = 5,99
-
Epistasis dominan ganda,
x2 tabel = 3,84
Dalam data hasil
percobaan pada persilangan monohibrid dengan nisbah 3 : 1 didapatkan nilai x2
yaitu 0,05. Artinya hasil percobaan sesuai dengan teori atau nisbah 3 : 1
diterima. Karena pada persilangan monohibrid memiliki derajat bebas 1 dan nilai
kemungkinan dari x2 yang dihitung lebih dari 90% (dilihat pada tabel
x2). Atau bisa dikatakan x2 hasil < x2
tabel = 0,05 < 3,84, jadi hasil diterima atau masih sesuai dengan hukum
Mendel. Penyimpangan yang terjadi hanya secara kebetulan saja.
Untuk hasil percobaan
pada persilangan dihibrid dengan nisbah 9 : 3 : 3 : 1 didapatkan nilai x2 yaitu
2,56. Artinya hasil percobaan sesuai dengan teori atau nisbah 9 : 3 : 3 : 1
diterima. Karena pada persilangan dihibrid memiliki derajat bebas 3 dan nilai
kemungkinan dari x2 yang dihitung lebih dari 50% (dilihat pada tabel
x2). Atau bisa dikatakan x2 hitung < x2
tabel = 2,56 < 7,82, jadi hasil diterima atau masih sesuai dengan hukum
Mendel. Penyimpangan data hasil percobaan yang terjadi hanya secara kebetulan
saja.
Untuk data hasil
percobaan persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis resesif dengan
nisbah 9 : 3 : 4 didapatkan nilai x2 yaitu 1,2. Artinya hasil
percobaan sesuai dengan teori atau nisbah 9 : 3 : 4 diterima. Karena
persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis resesif memiliki derajat bebas
2 dan nilai kemungkinan dari x2 yang dihitung lebih dari 70%
(dilihat pada tabel x2). Atau bisa dikatakan x2 hitung
< x2 tabel = 1,2 < 5,99, jadi hasil diterima atau masih sesuai
dengan hukum Mendel. Penyimpangan data yang terjadi hanya secara kebetulan
saja.
Untuk data hasil
percobaan persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis resesif ganda dengan
nisbah 9 : 7 didapatkan nilai x2 yaitu 0,002. Artinya hasil
percobaan sesuai dengan teori atau nisbah 9 : 7 diterima. Karena persilangan
dihibrid pada penyimpangan epistasis resesif ganda memiliki derajat bebas 1 dan
nilai kemungkinan dari x2 yang dihitung lebih dari 95% (dilihat pada
tabel x2). Atau bisa dikatakan x2 hitung < x2
tabel = 0,002 < 3,84, jadi hasil diterima atau masih sesuai dengan hukum
Mendel. Penyimpangan data yang terjadi hanya secara kebetulan saja.
Untuk data hasil
percobaan persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis dominan resesif
dengan nisbah 13 : 3 didapatkan nilai x2 yaitu 14,27. Artinya hasil
percobaan tidak sesuai dengan teori atau nisbah 13 : 3 tidak diterima. Karena
persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis dominan resesif memiliki
derajat bebas 1 dan nilai kemungkinan dari x2 yang dihitung kurang
dari 5% (dilihat pada tabel x2). Atau bisa dikatakan x2
hitung < x2 tabel = 14,27 > 3,84, jadi hasil tidak diterima atau
tidak sesuai dengan hukum Mendel. Penyimpangan data hasil percobaan tidak
terjadi secara kebetulan tetapi ada faktor lain yang menyebabkan penyimpangan
tersebut.
Untuk data hasil
percobaan persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis dominan dengan
nisbah 12 : 3 : 1 didapatkan nilai x2 yaitu 3,88. Artinya hasil
percobaan sesuai dengan teori atau nisbah 12 : 3 : 1 diterima. Karena
persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis dominan memiliki derajat bebas
2 dan nilai kemungkinan dari x2 yang dihitung lebih dari 50%
(dilihat pada tabel x2). Atau bisa dikatakan x2 hitung
< x2 tabel = 3,88 < 5,99, jadi hasil diterima atau masih
sesuai dengan hukum Mendel. Penyimpangan data yang terjadi hanya secara
kebetulan saja.
Untuk data hasil
percobaan persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis dominan ganda dengan
nisbah 15 : 1 didapatkan nilai x2 yaitu 0,51. Artinya hasil
percobaan sesuai dengan teori atau nisbah 15 : 1 diterima. Karena persilangan
dihibrid pada penyimpangan epistasis dominan ganda memiliki derajat bebas 1 dan
nilai kemungkinan dari x2 yang dihitung lebih dari 50% (dilihat pada
tabel x2). Atau bisa dikatakan x2 hitung < x2
tabel = 0,51 < 3,84, jadi hasil diterima atau masih sesuai dengan hukum
Mendel. Penyimpangan data yang terjadi hanya secara kebetulan saja.
VII.
KESIMPULAN
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Uji
Chi-Square (x2) merupakan
uji yang digunakan untuk memastikan apakah data hasil percobaan sesuai dengan
teori atau tidak.
2. Rumus
uji Chi-Square (x2) yaitu
X2 = ∑ [(o-e)2/e]
dimana (o – e) =
penyimpangan (deviasi),
e = angka yang diharapkan
(expected), dan
o = angka percobaan (observasi).
3. Penentuan
kesesuaian hasil percobaan dengan teori ditentukan pada tabel berdasakan
derajat bebas dari persilangan dan nilai kemungkinan dari x2 hasil
percobaan. Derajat bebas dihitung dari jumlah kelas atau jumlah sifat yang
muncul dikurangi 1. Hasil percobaan diterima apabila nilai kemungkinan lebih
dari 5%.
4. Data
hasil percobaan dapat dikatakan sesuai dengan teori apabila memenuhi ketentuan
x2 hitung < x2 tabel.
5. Data
hasil percobaan pada persilangan monohibrid dengan nisbah 3 : 1 didapatkan
nilai x2 yaitu 0,05. Artinya hasil percobaan sesuai dengan teori
atau nisbah 3 : 1 diterima.
6. Data
hasil percobaan pada persilangan dihibrid dengan nisbah 9 : 3 : 3 : 1
didapatkan nilai x2 yaitu 2,56. Artinya hasil percobaan sesuai
dengan teori atau nisbah 9 : 3 : 3 : 1 diterima.
7. Data
hasil percobaan persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis resesif dengan
nisbah 9 : 3 : 4 didapatkan nilai x2 yaitu 1,2. Artinya hasil
percobaan sesuai dengan teori atau nisbah 9 : 3 : 4 diterima.
8. Data
hasil percobaan persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis resesif ganda
dengan nisbah 9 : 7 didapatkan nilai x2 yaitu 0,002. Artinya hasil
percobaan sesuai dengan teori atau nisbah 9 : 7 diterima.
9. Data
hasil percobaan persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis dominan
resesif dengan nisbah 13 : 3 didapatkan nilai x2 yaitu 14,27.
Artinya hasil percobaan tidak sesuai dengan teori atau nisbah 13 : 3 tidak
diterima.
10. Data
hasil percobaan persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis dominan dengan
nisbah 12 : 3 : 1 didapatkan nilai x2 yaitu 3,88. Artinya hasil
percobaan sesuai dengan teori atau nisbah 12 : 3 : 1 diterima.
11. Data
hasil percobaan persilangan dihibrid pada penyimpangan epistasis dominan ganda
dengan nisbah 15 : 1 didapatkan nilai x2 yaitu 0,51. Artinya hasil
percobaan sesuai dengan teori atau nisbah 15 : 1 diterima.
VIII.
DAFTAR
PUSTAKA
Kusdiarti,
Lilik. 2006. Genetika Tumbuhan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Suryo. 1990. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Wildan,
Yatim. 1996. Genetika. Bandung:
Tarsito.
IX.
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar